Review Film Men in Black: International

Saat pertama kali Barry Sonnenfeld membawa lembaran komik Men in Black ke versi hidup, perpaduan antara aktor watak veteran Tommy Lee Jones dan salah satu idola muda Amerika saat itu, Will Smith, dalam kemasan sebuah film aksi komedi mampu menarik simpati banyak kalangan. Chemistry unik ala Buddy cop film dari TLJ – WS, tema cerita yang saat itu tidak familier dan belum ada padanannya, serta setting environment yang memungkinkan sang sineas menghadirkan spesial efek memukau makin menyolidkan MiB sebagai paket hiburan yang lengkap.

Perlu ditekankan sebelumnya meski bergenre fiksi ilmiah, komedi merupakan tulang punggung franchise ini dan bahan bakar utamanya adalah interaksi dua aktor utamanya. Apalagi lewat performa dominan Smith dengan signaturenya yang berlanjut hingga ke dua film berikutnya, walaupun saga ini sering mengalami mati suri, semakin terpatri kuat sebagai ikon utamanya. Tak heran pula jika sosok Smith sebagai agen J adalah yang paling familier di benak audiens berkenaan dengan salah satu IP paling populer di ranah fiksi ilmiah ini.

Hingga akhirnya, 20 tahun setelahnya, dengan misi membangkitkan kembali seraya memberi napas segar, installment keempat saga ini mengambil alur spinoff. Mengikuti formula Jurassic World terhadap franchise Jurassic Park, dinahkodai oleh F. Gary Gray, MiB: International berusaha sekeras mungkin mengulang spirit formula orisinalnya, namun apakah itu juga berbuah manis?

Khas klise kisah perpanjangan, Gray kentara benar berusaha melipatgandakan skala dari babak-babak sebelumnya. Upaya yang di sisi lain menjadi nilai lebih dari franchise ini (gawai mutakhir yang lebih beragam, namun juga turut memberi nilai minus pada franchise ini secara keseluruhan (jumlah agen lapangan yang malah sedikit melunturkan kemisteriusan dan ekslusif organisasi MiB).

Tidak lagi beramunisikan dua karakter utama yang sudah menjadi ikon franchise menjadikan ada roh yang hilang dari film installment keempat dari franchise MiB ini. Terutama tanpa adanya Will Smith, unsur pop funk yang sebelumnya menjadi salah satu ciri khas kuat dari MiB menguap. Menariknya, ada aspek berani yang Gray hadirkan di sini, dan tidak diekspos sebelumnya, yakni bahwa agen MiB tidak selalu mutlak mengenakan jasnya saat beraksi.

Pun demikian, nilai lebih dari MiB: International adalah dalam beberapa adegannya, Gray mampu memberikan beberapa adegan humor cerdas. Desain alien dan VFX-nya pun terintegrasi dengan baik dengan latarnya, memberikan dunia MiB yang lebih otentik.

Komposisi dan karakter-karakter yang dihadirkan di sini juga membuat MiB: International punya warna berbeda dengan tiga babak sebelumnya. Untuk hal ini jika memang tujuan Gray adalah mewujudkan hal itu, ia berhasil, namun jika spirit lama yang ingin dihadirkan kembali sang sineas, harus dikatakan tidak berhasil diwujudkan. Sebagai salah satu bahan perbandingan saja, bahkan salah satu quote ikonik dari saga ini (bagi fans pasti menyadarinya- red) impresinya tidak sekuat dahulu saat diucapkan.

Dari segi pemainnya, duo ujungtombak baru yang dikedepankan Chris Hemsworth dan Tessa Thompson mampu menghidupkan dan mengembangkan peran mereka meski chemistry yang tercipta di sini masih kalah solid dengan yang sebelumnya mereka sajikan di Thor: Ragnarok. Beruntung film ini memiliki Kumail Nanjiani yang lewat aksi voice overnya mampu mencuri perhatian sebagai alien mungil kocak Pawny.

Secara de facto MiB: International tetap sarat dengan karakteristik franchise MiB namun dalam skala yang lebih luas lagi. Sungguhpun demikian, hilangnya faktor-faktor elementer dari franchise film aksi komedi fun yang sudah terbukti sukses, harus diakui dibandingkan tiga installment sebelumnya, apa yang disajikan Gray sedikit kalah menggigit walaupun tetap menjanjikan andaikata arahan ini berkelanjutan nantinya.

Sumber: Cinemags

Facebooktwitterredditpinterestlinkedintumblrmail