Ulasan Film: 27 Steps of May

Waktu adalah teman atau musuh. Waktu relatif, bagi seseorang bisa panjang sekali, namun juga bisa menjelma menjadi pendek , sekejap mata. Namun 8 tahun adalah waktu yang dibutuhkan May, untuk bangkit dari traumanya.

Penerimaan trauma juga beragam, ada yang menerimanya biasa-biasa saja dan berlanjut ke “halaman kehidupan” berikutnya dengan cepat , ada pula yang membutuhkan waktu lama bahkan ada yang tak bisa kembali lagi dan tenggelam dalam traumanya.

Film ini bercerita mengenai May, seorang gadis yang berada di waktu dan tempat yang salah.

Film ini menyiratkan peristiwa pemerkosaan yang terjadi pada bulan Mei  1998 di Indonesia, serta menjadi sejarah kelam di Indonesia (Peristiwa Mei 1998) .Pola pemerkosaan yang terjadi saat itu hampir sama. Korban tidak hanya diperkosa, tetapi juga diserang dengan benda-benda keras, baik tajam maupun tumpul.

May mengalami trauma berat setelah mengalami pemerkosaan, membuatnya pulang terhuyung dan tak mampu berkata-kata . Ayahnya berusaha menolongnya , namun hanya bisa terdiam tak berdaya.

Delapan (8) tahun berlalu , hanya keteraturanlah yang dapat membuat May berfungsi secara normal. Temannya hanyalah sepi, dan keteraturan yang membuatnya memiliki kontrol akan hidupnya. May tak sanggup jika harus berbuat di luar alur keteraturan yang telah dibuat, karena jika itu terjadi, untuk mengembalikan kontrol kembali pada dirinya, May akan melukai tangannya. Ini adalah jalan satu-satunya. Itulah sebabnya, di pergelangan tangannya banyak luka lama dan luka baru. Itulah sebabnya, May tidak sanggup menerima suatu perbedaan , sekecil apapun.

Namun sebuah kebakaran yang terjadi di rumah sebelah mengubah segalanya. May harus menerima adanya sebuah lubang kecil yang terbuka, insting pertama yang dilakukan May adalah menutup lubang itu dan melupakannya, hingga suatu hari alunan lagu menarik hati May , membuatnya membuka kembali lubang kecil itu . Melihat dan memasuki dunia yang sama sekali baru dan membuatnya mampu membuka diri dan bathinnya. Waktupun seolah memberi isyarat kepada May, sudah tiba saatnya untuk melangkah maju.

Namun apabila prosesnya semudah membalikkan tangan, maka hal tersebut tidaklah benar. Alur cerita menunjukkan penolakan, penerimaan hingga akhirnya keputusan dari diri May, untuk melangkah maju, melupakan trauma berat yang dialaminya. Delapan (8) tahun adalah waktu yang dibutuhkan oleh May.

Ayah May juga mengalami trauma . Bagi yang berpendapat bahwa trauma hanya bisa terjadi pada pihak yang mengalami, maka film ini menceritakan pula seorang ayah yang merasa trauma dan gagal menjalankan tugas utama seorang ayah, yaitu melindungi anaknya. Trauma ini pun berkembang menjadi pemasrahan total akan semua tingkah laku yang dilakukan oleh May , asalkan May mau berinteraksi dengan dirinya. Hingga menjelma di luar rumah , menjadi seorang petinju yang tidak memperdulikan kaidah dan aturan dalam bertinju.

Ayunan pukulan yang bertubi-tubi dan keras sajalah yang ingin dilakukan Ayah kepada lawan tarungnya , karena dari sinilah Ayah memiliki kuasa untuk menghukum, membalas mereka yang telah menyakiti anaknya May.  Terkadang saat keputusasaan datang, Ayahpun rela membiarkan dirinya dihajar habis-habisan, tidak mau melawan. Rasa sakit yang diterima, luka badan yang diterima, dianggap Ayah, tak sebanding dengan luka yang ditanggung oleh anaknya May.

Pesulap hadir sebagai suatu perlambang, trauma dapat disembuhkan , namun dengan waktu yang hanya dapat diterima oleh pihak yang mengalaminya dan melalui media yang hanya difahami oleh pihak yang mengalaminya.

Pada awal peristiwa, terlihat May sangat tertarik dan senang berada di pasar malam, tempat dimana banyak atraksi menarik , menyenangkan dan membuat hati May bahagia. Pesulap hadir mewakili masa dan waktu itu, namun dalam skala kecil dan mampu diterima oleh May dan traumanya. May seolah terbawa untuk melakukan napak tilas dan waktunya untuk bangkitpun tiba, membuatnya mampu kembali lagi berkomunikasi dan berjalan maju ke dunia luar, di luar kamar, rumah, jalan dan terus menuju tempat yang baru.

Penulis cerita, Rayya Makarim, menyampaikan butuh waktu yang sangat lama untuk menulis cerita dan perlu riset yang sangat lama, karena alur cerita bukanlah merupakan alur cerita yang sederhana, namun ada misi yang dibawa. Dalam jangka waktu dua (2) tahun , sejak tahun 2016 hingga 2018, banyak sekali diskusi yang dilakukan untuk dapat menjelaskan tiap properti yang ada dalam film, setiap tindakan yang dilakukan oleh May dan Ayahnya.

Sutradara Ravi Bharwani lah yang mampu mewujudkan dalam bahasa film, sehingga alur cerita dapat hidup dan menarik hati para penonton yang melihatnya.

Akting para pemeran juga sangat prima. May diperankan oleh Raihaanun mampu mewujudkan tokoh yang mengalami trauma dengan bahasa tubuh dan mimik wajah yang tepat. Ayah diperankan oleh Lukman Sardi mampu mewujudkan gambaran seorang lelaki yang merasa dirinya tak berguna dan sekaligus memendam kemarahan terbenam yang dapat meledak tanpa batas.

Film ini sangat dalam maknanya, sehingga tidak cocok bagi penonton film yang menyukai adegan dan dialog yang ramai. (Nuty Laraswaty)

Sumber: Cinemags

Facebooktwitterredditpinterestlinkedintumblrmail