Review Film Crawl

Selama beberapa tahun terakhir, para penghasil film kelas B sering menghasilkan film-film dengan judul dan tema tentang serangan hewan, yang isi ceritanya semakin menjurus ke kemungkinan yang nyaris mustahil di dunia nyata. Ambil contoh Asylum yang melalui saga Sharknadonya berhasil mendulang sukses fenomenal sebagai penghasil film surealis dengan tema tersebut. Betapa tidak, mereka sukses memadukan teror ikan hiu dengan cara yang fantastis, dengan kecemasan tentang perubahan iklim untuk menghasilkan sekuens film yang ikonik.

Padahal, sebelum maraknya tren ini, di era lawas, film tentang serangan hewan dibuat dalam citarasa dan kualitas yang tinggi oleh sineas-sineas yang sekarang namanya disegani di Hollywood, seperti Jaws (Spielberg), The Birds (Hitchcock). Karena itu sudah saatnya tampil sineas yang benar-benar mencintai genre film ini untuk menyelamatkan tema tersebut dari ‘kerusakan’ lebih jauh dengan pengembangan yang semakin menjurus absurd.

Untungnya, lewat Crawl, sineas Prancis Aleandre Aja (The Hills Have Eyes, Piranha 3D, Horns) mampu mencurahkan seluruh ilmunya secara efisien dalam mengeksekusi skrip rumusan bersama Shawn dan Michael Rasmussen yang sukses menunjukkan tema itu dalam koridor yang serius dan logis.

Meski sebelumnya di Piranha 3D Aja cenderung menyuguhkan formula film kelas B, di sini ia menampilkan sisi lain yang kontras. Aja sepertinya paham benar bahwa bagi audiens tidak ada yang lebih menakutkan dari teror mematikan dari hewan yang memang sungguhan ada di dunia nyata, apalagi jika hewan-hewan itu sudah santer reputasinya.

Dan, memang faktanya film seperti ini punya tempat tersendiri di hati para penyuka fans film horor jika diarahkan dengan benar. Karena, selain mampu memberi sajian menghibur yang memacu andrenalin di sisi lain juga menimbulkan ketidaknyamanan tersendiri menyaksikan maupun membayangkan jika situasi itu dialami.

Kembali ke Crawl, kali ini Aja mengedepankan buaya sebagai wujud terornya. Buaya sendiri sejatinya bukan hewan pemangsa yang asing diangkat ke film, karena audiens pasti sudah pernah menyaksikan atau setidaknya mendengar lebih dari lima film tentang aksi survival dari serangan buaya.

Namun, seperti sudah disinggung di atas, Aja dan timnya membuktikan keseriusannya di sini. Terasa benar apa yang dihasilkan di sini adalah hasil dari pemikiran dan perhatian terhadap detil yang sangat matang. Mulai dari adegan perkenalan dan latar karakter sentralnya, pemilihan setting lokasi filmnya dan environment sekitar, memang dipilih sedemikian rupa untuk output fondasi storyline yang kokoh dari pelbagai aspek.

Meski dari segi special efeknya tidak terlalu halus itu rasanya bisa dimaklumi mengingat angka bujet produksinya yang minim. Dengan batasan itu saja, Aja sudah mampu membuat penonton terbenam dalam ancaman badai tropis hebat yang membanjiri Florida (badai tropis bukan fenomena asing di Amerika -red). Salah satu kejelian Aja dengan memerlihatkan petunjuk lokasi penangkaran buaya di dekat TKP juga menjustifikasi pace storyline dan konflik utama yang dibangun.

Saat segala aspek pendukung sudah tertata rapi, bidikan utama Aja adalah mengkonfrontasi para pemain dengan para hewan predator itu di tengah situasi cuaca yang terjadi. Dengan suntikan plot kedua tentang hubungan antara ayah dan anaknya, hasilnya, adalah sebuah film aksi survival yang apik dengan tensi ketegangan yang terus memuncak hingga akhir. Sebagai pengemban ujung tombak utama Kaya Scodelario meski tidak terlalu luar biasa penampilannya, mampu memainkan perannya dengan sangat baik.

Cukup untuk mengatakan bahwa humor bukan istilah yang tepat untuk disematkan pada karya terbarunya ini, meski notabene ada satu –dua dialog memancing tawa yang diselipkan di dalamnya. Sebagaimana di banyak film lain dengan tema serupa, Crawl juga berisikan beberapa klise yang akan dijumpai di film-film bertema sama, namun Aja juga menyuntikkan beberapa twist untuk mengimbangi aspek tersebut. Parade efisiensi yang tertata rapi, Crawl adalah kejutan sangat menyenangkan yang sekali lagi memertunjukkan kepiawaian seorang sineas yang selama ini dikenal hanya sebatas sineas pembuat film remake.

Sumber: Cinemags

Facebooktwitterredditpinterestlinkedintumblrmail