Review Film: Us

Ini bukanlah sekedar horror dengan sentuhan slasher dan kaget-kagetan. Jordan Peele kerap memasukan isu sosial dan simbolisme yang sejauh ini terdapat di dua filmnya. ‘Us’ mengandung makna dualisme, bisa berarti kita (us) atau kependekan dari United States. Peele sendiri memberi pernyataan bahwa Us adalah mengenai negaranya. Jika di film sebelumnya (Get Out), isu rasisme menjadi topik dominan, maka kali ini ia mengetengahkan semacam dua kelas sosial, yaitu golongan atas ( Adelide Wilson) yang diperankan Lupita Nyong’o, dan pihak represif (The Thetered) yang terwujud sebagai Doppelgänger.

Film horror dengan hints penuh multitafsir ini mengisahkan tentang munculnya para Doppelgänger ‘out of nowhere’ bagi setiap orang. Mereka mengenakan jumpsuits berwarna merah bata memasuki rumah korban di malam hari dan menggunakan gunting emas untuk membunuh kembarannya. Setelah menyelesaikan misi, mereka bergandengan tangan membentuk barisan tembok manusia dan mengukir kembali real-event yang pernah terjadi di tahun 1986 (Hands Across America) saat enam juta orang di Amerika bergandeng tangan sebagai kampanye penggalangan dana bagi Afrika.

Prolog pembuka film memberikan sedikit informasi pada audiens bahwa terdapat ribuan terowongan bawah tanah di benua Amerika, dan banyak dari terowongan itu yang sama sekali tidak memiliki fungsi, belakangan baru diketahui bahwa salah satu terowongan tersebut (spoiler alert) menjadi tempat tumbuhnya para Thetered, kelompok manusia yang tidak pernah diketahui keberadaannya, semacam ‘shadow’ yang setiap  gerakanya mengikuti kehendak kita, orang-orang buangan, atau hasil eksperimen gagal, apapun itu, yang pasti suatu hari, si pihak represif ini muncul ke permukaan dan melakukan semacam gerakan revolusinal, didalangi oleh Red alias Doppelgänger dari Adelide Wilson.

Di awal film, Peele membangkitkan ‘judgemental’ para audiens terhadap para Thatered dan dipertegas lagi melalui pertanyaan yang dilontarkan Gabe (Winston Duke), “What are you people?”, kata “what” alih-alih “who” mengindikasikan seakan para Thetered bukanlah setara manusia. Pertanyaan pun dibalas dengan jawaban menohok oleh Red, “We Are Americans”, sindiran bagi negara adidaya dengan dua kelas yang salah satunya tidak terekspos.

Di beberapa film horror bertema invasi rumah (Funny Games, The Purge, etc) selalu dikisahkan si sosok penginvasi sebagai pihak antagonis, namun Peele memiliki plot twist-nya tersendiri (spoiler alert!), seperti yang dikatakan si bungsu, Jason Wilson di awal film, bahwa setiap kali kita menunjuk dengan satu jari, 4 jari lainnya mengarah ke diri kita. So, pada akhir film baru terungkap siapa yang sebenarnya korban dan siapa antagonisnya.

Film ini kaya sentuhan visual dan referensi era 80-an. Scoring musiknya pun briliant, terutama anthem menghipnotis dan penuh teror di awal pembuka oleh Michael Abels. Peele menyuguhkan misteri tersembunyi yang agak lambat hingga satu-persatu rahasianya terungkap, jujur saja beberapa candaan (terutama dari Gabe) terkesan dipaksakan dan malah merusak ketegangan saat menonton. Angka 11: 11 yang muncul beberapa kali di film ini memiliki makna multipel, di antaranya ‘kembaran’. Di beberapa kultur,  angka 11 memiliki makna magis. Dan kutipan Jeremiah 11:11 sendiri berbunyi penghukuman bagi umat manusia di dunia sebagai konsekuensi atas dosa dan kejahatan mereka, so mungkin ayat ini terwujud dengan munculnya para Doppelgänger ke permukaan menuntut eksistensi mereka yang selama ini ditekan.

Overall, meskipun dipuji-puji sebagai film horror yang cerdas, Us mungkin tidak ditujukan bagi penikmat horror yang mengekspektasikan pompaan adrenalin. Penonton lebih disuguhkan teka-teki yang memeras otak oleh rentetan hal yang tidak masuk akal. Selain itu, kedalaman setiap karakter pun kurang digali, mungkin dari semuanya, hanya karakter Red-lah yang paling menonjol.

Dalam suatu wawancara menyangkut filmnya, Peele mengatakan bahwa setiap hal memiliki makna ganda, film ini adalah mengenai dualitas. Menurutnya, Amerika adalah negara yang paranoid oleh ‘outsider’, dan saat kita gagal menunjuk jari ke diri sendiri, kita pun mampu melakukan hal-hal yang fatal. Sebagai contoh, pemerintah Amerika melarang pelancong ataupun pengungsi yang datang dari negara muslim karena takut serangan teroris. Pemerintah Amerika juga mendirikan tembok pemisah dengan Meksiko karena paranoid pengedar obat, namun di saat yang bersamaan, mereka tidak mampu menangani epidemik senjata api yang membahayakan anak-anak mereka sendiri.

Sumber: Cinemags

Facebooktwitterredditpinterestlinkedintumblrmail